Bukti Evolusi Berdasarkan Fosil Hewan yang Sudah Mati

Bukti evolusi yang lain adalah fosil. Kita dapat mendefinisikan fosil sebagai setiap macam sisa organisme yang hidup dalam zaman geologi yang lampau. Usia fosil dapat diperkirakan berdasarkan usia berbagai usia berbagai lapisan tanah atau batuan yang menyusun bumi. Fosil satu jenis hewan mungkin dapat ditemukan di beberapa lapisan pemukaan bumi. Dari fosil-fosil yang berasal dari berbagai lapisan bumi, ilmuwan dapat menurut proses perubahan yang terjadi pada spesies tersebut.

Terdapat pula fosil berupa jejak sehingga bentuk binatang dapat direkonstruksi secara umum atau untuk mengetahui bagaimana binatang bergerak. Selain fosil jejak, noda-noda pada tulang tempat menempel otot dan ukuran serta bentu otot, memungkingkan rekontruksi keseluruhan bentuk binatang. Paleontologi adalah ilmu yang khusus mempelajari mengenai fosil.

Dalam keadaan khusus, seluruh tubuh suatu organisme setelah mati dapat diawetkan. Anak dinosaurus yang ditemukan secara utuh menjadi fosil pada batu ambar di selatan Italia dapat dipelajari dengan mudah seakan-akan baru mati. Bangkai (karkas) mammoth yang beku, suatu kerabat gajah yang telah punah, kadang-kadang ditemukan di Seberia. Meskipun telah membeku selama 40.000tahun, dagingnya masih cukup baik untuk digunakan dalam studi biokimia

Akan tetapi, pengawetan total organisme secara utuh jarang terjadi. Biasanya setelah mati, bagian-bagian lunak tubuh dengan cepat dirusak oleh pemakan bangkai atau busuk karena bakteri. Bagian keras seperti tulang atau cangkang lebih tahan terhadap pengrusakan, karena itu kemungkinannya lebih besar untuk menjadi fosil.

Jasad organisme jika dikelilingi oleh sedimen tanah liat atau pasir, bagian tersebut dapat menjadi fosil yang dapat dikenali ratusan juta tahun kemudian, setelah sedimen yang membungkusnya berubah menjadi batuan seperti serpihan atau batu pasir. Fosil-fosil jenis ini malahan dapat mengandung sisa bahan organik untuk jangka waktu yang sangat lama. Dari beberapa fosil yang berumur lebih dari 300 juta tahun telah ditemukan asam amino dan peptida.

Kita tahu bahwa fosil bahwa fosil telah menimbulkan keingintahuan manusia paling tidak sejak zaman Yunani kuno. Sering ditemukan fosil yang bentuknya tidak ada pada organisme yang hidup di bumi sekarang ini. Lalu bagaimana kita dapat menjelaskan adanya organisme tersebut? Sebagai penjelasan kadang-kadang dikatakan adanya serangkaian penciptaan khusus yang diikuti bencana alam yang memusnahkan organisme diseluruh dunia.

Tetapi teori evolusi memberikan jawaban yang lebih memuaskan. Ada gagasan yang menyatakan bahwa semua organisme yang hidup sekarang ini pada suatu periode dalam sejarahnya mempunyai moyang yang sama. Secara tidak langsung hal ini menyatakan bahwa pada waktu yang lampau terdapat lebih sedikit jenis makluk hidup dan keadaanya lebih sederhana. Hal ini sesuai dengan bukti-bukti fosil yang ditemukan.

Jika kita menuruni Grand Canyon di Amerika Serikat, kita akan melihat secara jelas lapisan demi lapisan batu batuan sedimen, lapisan terdalam adalah ialah lapisan yang tertua. Makin dalam kita menuruni lembah tersebut makin berkurang jumlah jenis fosil. Selanjutnya juga terdapat fakta, sifat organisme yang terdapat di lapisan yang lebih dalam itu kurang kompleks bila dibandingkan dengan yang terdapat di lapisan atasnya. Fosil reptilia terdapat dilapisan tanah yang secara geologi lebih muda, sedangkan fosil cacing terdapat dalam lapisan yang lebih tua.

Perlu diperhatikan bahwa dalam satu lokasi kita tidak akan pernah menemukan sejarah fosil yang tidak terputus. Pergolakan geologi tanah selalu diikuti erosi. Oleh karena itu sebagian dari sejarah catatan fosil akan lenyap (missing link). Sebagian besar kecaman terhadap Darwin datang terkait kegagalan para paleontologi untuk menemukan missing link, merupakan kelemahan besar bagi gagasan bahwa organisme yang sekarang ini berkembang dari organisme yang ditemukan sebagai fosil.

Tetapi seiring dengan waktu, ahli paleontologi telah banyak menemukan missing link. Fosil Archeopteryx adalah salah satunya, berbentuk peralihan antara burung dan reptilia yang diduga menjadi moyangnya. Kesenjangan pada data fosil masih sangat mencolok pada hewan bertubuh lunak dan pada manusia. Hal ini tidak mengherankan bila kita ingat bahwa peluang kedua tipe organisme dan hewan darat lainnya (terutama primata yang cerdas) mati ditempat dimana dia akan tertutup dengan cepat oleh sedimen adalah kecil. 

Kemudian, juga harus diingat bahwa jangan berharap untuk menemukan informasi secara lengkap selain bagian-bagian catatan fosil. Sebagian besar fosil yang pernah terbentuk masih ada di pegunungan, dalam tanah dan lautan, mungkin juga telah rusak oleh gejolak geologi berikutnya Rintangan terbesar menemukan missing link ialah evolusi spesies baru dari tumbuhan atau hewan umumnya terjadi dalam populasi kecil pada organisme yang kurang mengalami spesialisasi.

Meskipun kita mungkin tidak akan pernah mampu merunut evolusi semua makluk hidup melalui fosil moyangnya, tetapi adanya fosil dan penyebarannya yang telah ditemukan memberikan pada kita beberapa bukti nyata dari evolusi. 


Tulisan terkait