Planet bumi telah diciptakan untuk menjadi tempat kehidupan yang baik. Didalamnya terdapat berbagai jenis makluk hidup yang memiliki peran dan fungsi berbeda. Segala perbedaan peran yang dijumpai dalam kehidupan mendukung fungsi kehidupan agar dapat berjalan dengan baik. Manusia sebagai makluk dengan tingkatan tertinggi, bertanggung jawab menjaga keseimbangan kehidupan dan kelestarian semua makluk hidup.
Salah satu hewan yang berperan penting bagi lingkungan dan kesejahtraan manusia secara umum adalah cacing tanah. Hewan ini tidak asing lagi bagi masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang kebanyakan adalah petani. Hewan yang tampak lemah dan menjijikan ini, seolah-olah tidak memiliki manfaat apapun bagi manusia. Tetapi seiring perkembangan pengetahuan dan teknologi, manusia mulai menyadari arti penting dan peranan cacing tanah.
Seorang ilmuan biologi terkenal yang bernama Charles Darwin telah menghabiskan waktunya hampir selama 40 tahun untuk mengamati kehidupan cacing tanah. Ia menyebut cacing tanah sebagai salah satu penentu kesuburan tanah. Para petani pun telah mengetahui secara turun-temurun bahwa tanah yang mengandung cacing tanah kesuburannya meningkat.
Cacing tanah dalam berbagai hal mempunyai arti penting, misalnya bagi lahan pertanian. Lahan yang banyak mengandung cacing tanah akan menjadi subur, sebab kotoran cacing tanah yang bercampur dengan tanah telah siap untuk diserap akar tumbuh-tumbuhan. Cacing tanah juga dapat menigkatkan daya serap air permukaan. Lubang-lubang yang dibuat oleh cacing tanah meningkatkan konsentrasi udara dalam tanah.
Disamping itu pada saat musim hujan lubang tersebut akan melipatgandakan kemampuan tanah menyerap air. Secara singkat dapat dikatakan cacing tanah berperan memperbaiki dan mempertahankan struktur tanah agar tetap gembur.
Kemelimpahan cacing tanah pada suatu lahan dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik, keasaman tanah, kelembaban dan suhu atau temperatur. Cacing tanah akan berkembang dengan baik bila faktor lingkungan tersebut sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi sistem pertanian manusia akhir-akhir ini yang tergantung penuh pada penggunaan bahan kimia telah mengusik habitat cacing tanah. Keseimbangan lingkungan akan rusak dan berantakan bila cacing tanah sampai mengalami kepunahan, apalagi bila itu akibat ulah manusia.
Menurut Neal D. Buffaloe dalam buku Animal and Plant Diversity maka sistematika cacing tanah dapat ditulis sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Annelida
Class : Oligochaeta
Famili : Lumbridae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus sp
Secara sederhana class Oligochaeta dibagi menjadi lima famili yaitu Moniligastridae, Eudrillidae, Glosscolidae, Lumbridae dan Megascolidae. Lumbridae dan Megascolidae adalah Oligochaeta yang bersifat teristris. Jenis dari kedua famili ini meliputi : Lumbricus, Allobophora, Eutyphoeus, Eisenia, Pheretima, Perionyx, Diplocardia, Lidrillus.
Identifikasi cacing tanah secara kasar adalah dengan melihat bentuk luarnya (morfologi) dan yang lebih teliti dengan melihat organ-organ dan jaringan-jaringannya secara mikroskopis. Cara kasar dapat dilakukan dengan dengan memperhatikan letak klitelum, letak seta, banyaknya seta dan banyaknya segmen. Misalnya pada lumbricus letak klitelumnya pada segmen 27 s/d 32, sedangkan pada pheretima letak klitelumnya pada segmen 14 s/d 16. Banyaknya segmen pada cacing tanah juga bervariasi, pada pheretima jumlah segmen berkisar antara 90-132, sedangkan pada lumbricus jumlah segmennya antara 90-195.
Mengingat fungsinya yang penting secara ekologi dan kesejahtraan manusia, maka perlu dikaji secara lebih mendalam tentang karakteristik cacing tanah. Pengkajian ini meliputi aspek tingkah laku dan adaptasi cara hidup dari cacing tanah di habitatnya.
Struktur Tubuh Cacing Tanah
Cacing tanah memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah, sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh berisi cairan yang berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot. Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal).
Sistem pencernaan cacing tanah sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring, esofagus (kerongkongan), kelenjar kalsiferous usus, dan anus. Proses pencernaan dibantu oleh enzim - enzim yang dikeluarkan oleh getah pencernaan secara ekstrasel. Makanan cacing tanah berupa daun-daunan serta sampah organik yang sudah lapuk. Cacing tanah dapat mencerna senyawa organik tersebut menjadi molekul yang sederhana yang dapat diserap oleh tubuhnya. Sisa pencernaan makanan dikeluarkan melalui anus.
Cacing tanah mempunyai alat peredaran darah yang terdiri atas pembuluh darah punggung, pembuluh darah perut dan lima pasang lengkung aorta. Lengkung aorta berfungsi sebagai jantung. Cacing tanah memiliki sistem peredaran darah tertutup. Darahnya mengandung hemoglobin, sehingga berwarna merah. Pembuluh darah yang melingkari esopagus berfungsi memompa darah keseluruh tubuh. Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali. Ganglia otak terletak di depan faring pada anterior.
Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia, nefrostom, dan nefrotor. Nefridia (tunggal – nefridium) merupaka organ ekskresi yang terdiri dari saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh. Nefrotor merupaka pori permukaan tubuh tempat kotoran keluar. Terdapat sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya
Habitat Cacing Tanah
Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, subur dan suhunya tidak terlalu dingin. Untuk pertumbuhannya yang baik, cacing ini memerlukan tanah yang sedikit asam sampai netral atau pH 6-7,2. Kulit cacing tanah memerlukan kelembabancukup tinggi agar dapat berfungsi normal dan tidak rusakyaitu berkisar 15% - 30%. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan antara 15oC-25oC.
Pengaruh pH
Cacing tanah memiliki sistem pencernaan yang kurang sempurna, karena sedikitnya enzim pencernaan. Oleh karena itu cacing tanah memerlukan bantuan bakteri untuk merubah/memecahkan bahan makanan. Aktivitas bakteri yang kurang dalam makanannya menyebabkan cacing tanah kekurangan makanan dan akhirnya mati karena tidak ada yang membantu pencernaan senyawa karbohidrat dan protein. Namun bila makanan terlalu asam sehingga aktivitas bakteri berlebihan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya pembengkakan tembolok cacing tanah dan berakhir dengan kematian pula. Keadaan makanan atau lingkungan yang terlalu basah, mengakibatkan cacing tanah kelihatan pucat dan kemudian mati. Untuk pertumbuhan yang baik dan optimal diperlukan pH antara 6,0 sampai 7,2.
Pengaruh kelembaban
Sebanyak 85 % dari berat tubuh cacing tanah berupa air, sehingga sangatlah penting untuk menjaga media pemeliharaan tetap lembab (kelembaban optimum berkisar antara 15 - 30 %). Tubuh cacing mempunyai mekanisme untuk menjaga keseimbangan air dengan mempertahankan kelembaban di permukan tubuh dan mencegah kehilangan air yang berlebihan. Cacing yang terdehidrasi akan kehilangan sebagian besar berat tubuhnya dan tetap hidup walaupun kehilangan 70 - 75 % kandungan air tubuh. Kekeringan yang berkepanjangan memaksa cacing tanah untuk bermigrasi ke lingkungan yang lebih cocok.
Kelembaban sangat diperlukan untuk menjaga agar kulit cacing tanah berfungsi normal. Bila udara terlalu kering, akan merusak keadaan kulit. Untuk menghindarinya cacing tanah segera masuk kedalam lubang dalam tanah, berhenti mencari makan dan akhirnya akan mati. Bila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu banyak air, cacing tanah segera lari untuk mencari tempat yang pertukaran udaranya (aerasinya) baik. Hal ini terjadi karena cacing tanah mengambil oksigen dari udara bebas untuk pernafasannya melalui kulit. Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan cacing tanah adalah antara 15% sampai 30%.
Pengaruh Suhu
Suhu yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi akan mempengaruhi proses-proses fisiologis seperti pernafasan, pertumbuhan, perkembangbiakan dan metabolisme. Suhu rendah menyebabkan kokon sulit menetas. Suhu yang hangat (sedang) menyebabkan cepat menetas dan pertumbuhan cacing tanah setra perkembangbiakannya akan berjalan sempurna. Suhu yang baik antara 15oC-25oC. Suhu yang lebih tinggi dari 25oC masih baik asalkan ada naungan yang cukup dan kelembaban yang optimal.
Prilaku Cacing Tanah Sehari-hari Pada Habitatnya
Penelitian tentang prilaku cacing tanah ini dilakukan pada habitat aslinya yaitu pada suatu kebun di Banjar Badingkayu, Desa Pengeragoan, Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana. Kebun tempat dilakukan penelitian merupakan kebun yang ditanami beranekaragam tanaman, seperti kakao, pisang, kopi, cabai kelapa dan cengkeh. Cacing tanah biasanya dijumpai ditanah sekitar tumpukan kulit-kulit kakao yang mulai membusuk atau pada busukan batang pisang. Proses pengamatan dilakukan pada libur Galungan-Kuningan pada pertengahan bulan Maret 2009. Waktu pengamatan kira-kira selama 2 minggu. Untuk memperjelas pengamatan, peneliti juga memelihara beberapa ekor cacing tanah pada kotak kaca yang diisi dengan tanah dengan dicampur kulit kakao yang membusuk.
Berdasrkan pengamatan peneliti cacing tanah keluar permukaan hanya pada saat-saat tertentu. Pada siang hari, cacing tanah tidak pernah keluar kepermukaan tanah, kecuali jika saat itu terjadi hujan yang cukup menggenangi liangnya. Cacing tanah takut keluar pada siang hari karena tidak kuat terpapar panas matahari terlalu lama. Pemanasan yang terlalu lama menyebabkan banyak cairan tubuhnya yang akan menguap. Cairan tubuh cacing tanah penting untuk menjaga tekanan osmotik koloidal tubuh dan bahan membuat lendir. Lendir yang melapisi permukaan tubuh salah satunya berfungsi memudahkan proses difusi udara melalui permukaan kulit.
Cacing tanah akan keluar terutama pada pagi hari sesudah hujan. Hal ini dilakukan karena sesaat setelah hujan, biasanya liang mereka terendam air sehingga aerasi dalam liang tidak bagus sehingga mereka keluar dalam rangka menghindari keadaan kesulitan bernafas dalam liang. Cacing tanah juga tidak kuat bila terendam air terlalu lama sehingga cendrung menghindar dari genangan air yang dalam. Dalam keadaan normal mereka akan pergi kepermukaan tanah pada malam hari. Pada malam suhu udara tidak panas dan kelembaban udara tinggi sehingga cacing tanah bisa bebas keluar untuk beraktivitas. Dalam keadaan terlalu dingin atau sangat kering cacing tanah segera masuk kedalam liang, beberapa cacing sering terdapat meligkar bersama-sama dengan diatasnya terdapat lapisan tanah yang bercampur dengan lendir. Lendir dalam hal ini berfungsi sebagai isolator yang mempertahankan suhu tubuh cacing tanah agar tidak terlalu jauh terpengaruh oleh suhu lingkungan. Posisi melingkar dalam liang memperkecil kontak kulit dengan udara sehingga memperkecil pengaruh dari suhu udara luar.
Prilaku Makan Cacing Tanah
Sistem pencernaan cacing tanah sangat adaptif dengan aktivitas makan dan menggali pori-pori tanah. Makanan utama cacing tanah adalah bahan organik. Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari serasah (daun yang gugur), kotoran ternak atau tanaman dan hewan yang mati. Cacing tanah menyukai bahan yang mudah membusuk karena lebih mudah dicerna oleh tubuhnya. Namun cacing tanah tidak menyukai serasah daun yang mengandung tanin atau minyak seperti daun cengkeh, pinus dan jeruk. Tanin bersifat toksik bagi cacing tanah. Hal ini terlihat dari pengamatan peneliti bahwa tanah di bawah tumpukan serasah daun cengkeh sama sekali tidak dijumpai adanya cacing tanah. bahkan peneliti juga mencoba menggali tanah samapi 30 cm namun cacing tanah tetap tidak berhasil dijumpai.
Makanan cacing tanah diambil melalui struktur organ yang disebut prostomium (setara bibir pada manusia), lalu dimasukkan kedalam mulut, kemudian kedalam faring, ke esophagus lalu ketembolok (pro pentriculus). Disini makanan disimpan untuk sementara kemudian masuk kedalam lambung otot. Didalam lambung otot makanan dihancurkan oleh gerakan otot lambung. cacing tanah makan pasir atau benda lainnya dengan tujuan membantu menghancurkan makanan dalam lambung. Makanan yag telah halus masuk kedalam usus halus (intestinum). Didalam usus halus makanan dipecahkan dari bentuk kompleks menjadi bentuk sederhana sehingga dapat dipakai oleh tubuh. Aktivitas penghancur makanan menjadi zat makanan sederhana tadi dilakukan oleh enzim-enzim tertentu, aktivitas bakteri dan protozoa yang masuk bersama-sama makanan. Zat makanan kemudian diabsorbsi oleh dinding usus halus masuk kedalam pembuluh darah dan strusnya diedarkan keseluruh tubuh. Sisa-sisa makanan yang tidak dicerna keluar bersama-sama kotoran lainnya dalam bentuk kotoran cacing tanah atau casting.
Proses pencernaan cacing tanah sangat terkait dengan siklus nutrisi atau zat organik dalam tanah. Cacing tanah berfungsi menyebarkan kembali zat-zat organik dalam tanah dengan cara mengonsumsi, memecahnya, dan mengeluarkannya kembali. Kebanyakan materi yang dicerna cacing tanah tidak dapat dipecahkan, dan sebagian besar dikeluarkan kembali tanpa dicerna. Kotoran cacing yang banyak mengandung nitrogen.
Beberapa mikroorganisme dari saluran pencernaan cacing keluar bersama kotoran cacing untuk meningkatkan proses penguraian di dalam tanah. Selanjutnya, mikroba akan mengubah kotoran cacing tanah menjadi humus yang kaya zat hara yang bisa diserap akar tanaman. Bakteri tanah dan mikroorganisme tanah berperanan dalam mencerna makanan cacing, dan memperoleh keuntungan dari kotoran cacing. Aktivitas cacing tanah ini secara konstan dapat meningkatkan pH pada tanah asam. Ini karena, cacing dapat mengeluarkan kapur dalam bentuk kalsium karbonat (CaCO3) atau dolomit pada lapisan di bawah permukaan tanah. Cacing juga dapat menurunkan pH pada tanah yang berkadar garam tinggi.
Pergerakan Cacing Tanah
Tubuh cacing tanah terdiri dari segmen-segmen dan memiliki struktur organ-organ sederhana, yang justru menyebabkan cacing tanah dapat terus beradaptasi dengan lingkungan hidupnya. Cacing tanah tidak memiliki alat gerak seperti kaki dan tangan, otot badannya yang memanjang (longitudinal) dan otot badannya yang melingkar tebal (sirkuler) ternyata sangat berguna untuk pergerakan. Kontraksi otot longitudinal menebabkan tubuh cacing tanah bisa memanjang dan memendek. Sedangkan kontraksi otok sirkuler menyebabkan tubuh cacing tanah mengembang dan mengkerut. Sinkronisasi kontraksi kedua jenis otot ini menimbulkan gaya gerak kedepan. Kalau diperhatikan kelihatan lemah, tetapi sebetulnya tidak demikian, cacing tanah termasuk relatif kuat karena dengan susunan otot yang melingkar dan memanjang cacing tanah dapat menembus tanah. Cacing tanah dapat mendorong suatu benda atau batu kecil yang 60x lebih berat dari tubuhnya sendiri, tetapi bila tidak dapat didorong, tanah itu akan dimakannya dan setelah itu bersama-sama kotoran dikeluarkan atau disembulkan melalui anus.
Cacing tanah juga mempunyai struktur pembantu pergerakan yang disebut seta, fungsinya adalah sebagai jangkar supaya lebih kokoh pada tempat bergeraknya. Bila seekor cacing tanah ditarik dari lubangnya, tubuhnya akan putus. Hal ini disebabkan karen daya lekat seta. Alat bantu lainnya adalah lendir yang dihasilkan oleh kelenjar lendir pada epidermisnya. Lendir (mucus) ini terus diproduksi untuk melapisi seluruh tubuhnya, supaya lebih mudah bergerak ditempat-tempat yang kasar, misalnya pada daun-daun dan ranting-ranting tanaman yang gugur. Lendir dipakai untuk memperlicin saluran atau lubang didalam tanah, sehingga leluasa bergerak didalam lubang.
Prilaku Kawin Cacing Tanah
Cacing tanah memiliki alat kelamin jantan dan betina pada satu tubuh (hermaprodite). Tetapi cacing tanah tidak dapat membuahi dirinya sendiri. Dari perkawinan masing-masing cacing tanah akan menghasilkan kokon yang berisi telur-telur. Pada waktu mengadakan perkawinan, kedua cacing tanah saling melekat dibagian anterior, dengan posisi saling berlawanan. Keadaan saling melekat ini diperkuat oleh seta. Dalam posisi demikian klitelum masing-msing cacing akan mengeluarkan lendir. Guna lendir tersebut terutama untuk melindungi spermatozoa yang keluar dari lubang alat kelamin jantan masing-masing. Kedua cacing ini berperan sebagai hewan jantan (keduanya mengeluarkan spermatozoa). Spermatozoa yang keluar kemudian bergerak ke posterior dan masuk kedalam lubang kantong penerimaan sperma (reseptakulum seminalis). Cacing tanah I dan cacing tanah II masing-masing saling menerima spermatozoa setelah itu mereka akan berpisah.
Proses berikutnya adalah mula-mula klitelum membentuk selubung kokon, yang bergerak ke arah mulut dan bertemu dengan saluran telur. Telur-telur kemudian keluar dari lubang tersebut dan masuk kedalam kokon. Selubung kokon selanjutnya bergerak kearah mulut. Pada saat melewati lubang penerima sperma, maka sperma ini akan masuk kedalam selubung kokon sehingga terjadi peristiwa pembuahan. Telur yang telah dibuahi dalam selubung kokon terus bergerak kearah mulut, sampai akhirnya selubung kokon itu lepas dari tubuh induknya dan membentuk kokon.
Kokon berbentuk lonjong dan besarnya kira-kira 1/3 kali besarnya batang korek api. Kokon diletakkan ditempat yang lembab dan akan menetas dalam waktu 14-21 hari. Setiap kokon akan menghasilkan cacing sebanyak 2-20 ekor, rata-rata secara umum adalah 4 ekor. Diperkirakan 100 ekor cacing dewasa dapat menghasilkan 100.000 cacing dalam waktu 1 tahun. Cacing mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan, setiap cacing dewasa dapat menghasilkan satu kokon setiap 7-10 hari.
Prilaku Membuang Kotoran Cacing Tanah
Cairan dalam rongga tubuh cacing tanah mengandung substansi dan zat sisa. Zat sisa ada dua bentuk, yaitu amonia dan zat lain yang kurang toksik, yaitu ureum. Oleh karena cacing tanah hidup di dalam tanah dalam lingkungan yang lembab, anelida mendifusikan sisa amonianya di dalam tanah tetapi ureum diekskresikan lewat sistem ekskresi.
Sistem ekskresi Filum Anelida pada umumnya berupa tersusun dari organ nefridium yang sering juga disebut metanefridium. Cacing tanah merupakan salah satu anggota Filum Anelida, setiap segmen dalam tubuhnya mengandung sepasang metanefridium, kecuali pada tiga segmen pertama dan terakhir. Metanefridium memiliki dua lubang. Lubang yang pertama berupa corong, disebut nefrostom (di bagian anterior) dan terletak pada segmen yang lain. Nefrostom bersilia dan bermuara di rongga tubuh (pseudoselom). Rongga tubuh ini berfungsi sebagai sistem pencernaan. Corong (nefrostom) akan berlanjut pada saluran yang berliku-liku pada segmen berikutnya. Bagian akhir dari saluran yang berliku-liku ini akan membesar seperti gelembung. Kemudian gelembung ini akan bermuara ke bagian luar tubuh melalui pori yang merupakan lubang (corong) yang kedua, disebut nefridiofor.
Cairan tubuh ditarik ke corong nefrostom masuk ke nefridium oleh gerakan silia dan otot. Saat cairan tubuh mengalir lewat celah panjang nefridium, bahan-bahan yang berguna seperti air, molekul makanan, dan ion akan diambil oleh sel-sel tertentu dari tabung. Bahan-bahan ini lalu menembus sekitar kapiler dan disirkulasikan lagi. Sampah nitrogen dan sedikit air tersisa di nefridium dan kadang diekskresikan keluar. Sehingga secara singkat dapat dikatakan bahwa metanefridium berlaku seperti penyaring yang menggerakkan sampah dan mengembalikan substansi yang berguna ke sistem sirkulasi.
Prilaku Melindungi Diri Dari Predator/Pemangsa
Cacing tanah tidak memiliki alat pertahanan tubuh yang khusus. Mekanisme pertahanan dilakukan dengan mengeluarkan lendir di permukaan tubuhnya. Sekresi lendir ini mengakibatkan permukaan kulit cacing tanah menjadi licin sehingga memudahkan pergerakan dan menyulitkan mangsa memegangnya. Namun yang lebih penting adalah cacing tanah adalah insting hewan ini yang cendrung bersifat menghindari pemangsa. Habitatnya yang berada dalam tanah memungkinkan cacing tanah aman dari predator. Selain itu cacing tanah aktif pada malam hari sehingga hanya sedikit predator yang dijumpai di malam hari.
Beberapa pemangsa atau predator yang pengamat amati berpotensi memangsa cacing tanah adalah semut, kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai, ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu. Selain menghadapi bahaya dari pemangsa, cacing tanah juga berkompetisi dengan semut merah dalam hal memperebutkan senyawa karbohidrat dan lemak dari sisa-sisa bahan organik yang ada di tanah. Semut merah memakan pakan cacing tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal kedua zat ini bersifat esensial dan diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah.