Download Artikel Struktur Kromosom

(Berikut ini adalah artikel dengan judul Struktur Kromosom. Bila anda memerlukannya sebagai bahan referensi, artikel tersebut bisa anda DOWNLOAD DISINI. Berikut adalah gambaran tentang artikel Struktur Kromosom yang dimaksud)

STRUKTUR KROMOSOM
Gambaran umum genom prokariot dapat diwakili oleh kromosom E. coli, yang merupakan gulungan DNA tunggal berbentuk sirkuler tertutup sepanjang 4,6 x 106 pb. Seperti telah dijelaskan pada Bab I, DNA tersebut dikemas di suatu tempat di dalam sel yang dinamakan nukleoid. Di tempat ini terdapat konsentrasi DNA yang sangat tinggi, mungkin mencapai 30 hingga 50 mg/ml, dan semua protein yang berhubungan dengan DNA seperti polimerase, represor, dan lain sebagainya. Percobaan-percobaan yang memungkinkan isolasi DNA E. coli dari semua protein yang melekat padanya serta pengamatan melalui mikroskop elektron dapat menunjukkan satu tingkat organisasi nukleoid. Ternyata, DNA terdiri atas 50 hingga 100 domain atau kala (loop), yang ujung-ujungnya dipersatukan oleh suatu struktur yang diduga terdiri atas protein-protein terikat membran plasma…dst (DOWNLOAD)

Baca selengkapnya...

Struktur Molekuler Kromosom Eukariot

(Tulisan Struktur Molekuler Kromosom Eukariotik adalah bagian dari artikel dengan judul Tinjauan Struktur Kromosom. Bila anda memerlukannya sebagai bahan referensi, artikel tersebut bisa anda DOWNLOAD DISINI)

Berbeda dengan DNA prokariot yang berbentuk sir kuler tertutup, DNA eukariot merupakan molekul linier yang sangat panjang. Panjang DNA eukariot di dalam nukleus jauh melebihi ukuran nukleus itu sendiri. Oleh karenanya, agar dapat dikemas di dalam nukleus, DNA harus dimampatkan dengan suatu cara. Derajad pemampatan (kondensasi) DNA dinyatakan sebagai nisbah pengepakan (packing ratio)-nya, yaitu panjang molekul DNA dibagi dengan panjang pengepakannya.

Sebagai contoh, kromosom manusia yang terpendek, yaitu kromosom nomor 21, berisi 4,6 x 10 7 pb DNA (sekitar 10 kali ukuran genom E. coli). Ukuran DNA kromosom ini setara dengan panjang 14.000 m jika DNA ditarik lurus. Pada kondisi yang paling mampat, yaitu selama mitosis, kromosom tersebut panjangnya hanya sekitar 2 m. Angka ini memberikan nisbah pengepakan s ebesar 7.000 (14.000/2).

Untuk mencapai nisbah pengepakan totalnya, DNA tidak langsung dikemas ke dalam struktur terakhirnya (kromatin). Pengemasan DNA dilakukan melalui sejumlah tingkatan organisasi kromosom. Tingkatan yang pertama diperoleh ketika DNA melilit-lilit di sekeliling sumbu protein sehingga menghasilkan struktur seperti manic-manik yang disebut nukleosom. Pada tingkatan ini terdapat nisbah pengepakan sebesar 6. Tingkatan yang kedua adalah pemutaran sejumlah nukleosom membentuk struktur heliks yang disebut serabut 30 nm. Struktur serabut 30 nm dijumpai baik pada kromatin interfase maupun pada kromosom mitosis.

Dengan struktur ini nisbah pengepakan DNA meningkat menjadi sekitar 40. Pengemasan terakhir terjadi ketika serabut 30 nm tersusun dalam se jumlah kala, struktur tangga, dan domain, yang memberikan nisbah pengepakan tertinggi sebesar lebih kurang 1.000 pada kromatin interfase dan 10.000 pada kromosom mitosis.

Kromosom eukariot terdiri atas suatu kompleks DNA-protein yang tersusun sangat kompak sehingga memungkinkan DNA yang ukurannya begitu panjang tersimpan di dalam nukleus. Istilah bagi struktur dasar kromosom adalah kromatin, sedangkan satuan dasar kromatin adalah nukleosom. Dengan demikian, kromatin merupakan satuan analisis kromosom yang menggambarkan struktur umum kromosom.

Nukleosom
Nukleosom dijumpai pada semua kromosom eukariot. Telah dikatakan di atas bahwa nukleosom merupakan struktur yang paling sederhana dalam pengemasan DNA eukariot. Pengemasan terjadi dengan cara pelilitan DNA di sekeliling sumbu nukleosom, yang merupakan oktamer protein basa berukuran kecil dan disebut histon sumbu. Protein histon sumbu ini bersifat basa atau bermuatan positif karena banyak mengandung asam amino arginin dan lisin.

Ada empat macam histon sumbu yang menyusun sumbu nukleosom, yaitu H2A, H2B, H3, dan H4. Keempat macam histon ini berada dalam bentuk oktamer karena masing-masing terdiri atas dua molekul. Selain itu, ada satu macam histon lagi, yaitu H1, yang letaknya bukan di sumbu nukleosom, melainkan di bagian tepi nukleosom. Dengan adanya molekul H1 ini, ukuran nukleosom menjadi lebih besar 20 pb dan biasanya disebut dengan kromatosom.

Setiap untai DNA sepanjang 146 pb mengelilingi satu sumbu nukleosom, sementara bagian-bagian DNA lainnya menjadi peng hubung (linker) antara satu sumbu nukleosom dan sumbu nukleosom berikutnya. Pelilitan DNA di sekeliling sumbu nukleosom berlangsung dengan arah ke kiri atau terjadi superkoiling negatif. Pelilitan terjadi demikian kuat karena DNA bermuatan negatif, sedangk an histon sumbu bermuatan positif .

Telah dikatakan di atas bahwa terbentuknya rangkaian heliks nukleosom secara keseluruhan terlihat sebagai serabut dengan diameter 30 nm yang dikenal sebagai serabut 30 nm (Gambar 3.3). Keberadaan histon H1 berfungsi menstabilkan struktur serabut 30 nm. Hal ini didukung oleh bukti percobaan bahwa penghilangan histon tersebut dari kromatin ternyata tidak dapat mempertahankan struktur serabut 30 nm meskipun struktur nukleosomnya tetap dipertahankan.

Hasil studi menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa nukleosom-nukleosom di
dalam serabut 30 nm membentuk heliks yang berputar ke arah kiri dengan jumlah nukleosom
sebanyak enam buah tiap putaran. Meskipun demikian, organisasi struktur serabut 30 nm
yang tepat sebenarnya masih berupa suatu perkiraan.

Struktur kromatin yang tertinggi
Organisasi kromatin pada tingkatan yang paling tinggi nampak agak menyerupai struktur DNA prokariot. Hasil pengamatan menggunakan mikroskop elektron terhadap kromosom eukariot yang telah dibersihkan dari protein-protein histonnya memperlihatkan gambaran struktur domain (kala) seperti pada kromosom prokariot (Gambar 3.1). Bahkan, ukuran tiap kalanya pun lebih kurang sama, yaitu hingga sekitar 100 kb. Meskipun demikian, pada kromosom eukariot terdapat lebih banyak kala.

Kala-kala tersebut dipersatukan oleh kompleks protein yang dinamakan matriks nuklear. DNA di dalam kala berada dalam bentuk serabut 30 nm, dan kala-kala tersebut membentuk susunan yang membentang sekitar 300 nm (Gambar 3.4).

Kromosom mitosis
Gambaran fisik kromosom eukariot yang dapat kita lihat dengan jelas adalah ketika kromosom mengalami kondisi yang paling mampat pada tahap mitosis, khususnya metafase. Pada waktu kromosom-kromosom hasil replikasi ditarik ke dua kutub yang berlawanan, DNA kromosom yang mempunyai nisbah aksial sangat tinggi (sangat tipis memanjang) seharusnya akan terpotong-potong oleh kekuatan penarikan tersebut. Namun, tidaklah demikian kenyataannya. Hal ini karena, seperti telah disinggung di atas, DNA kromosom eukariot telah mencapai nibah pengepakan yang paling tinggi.

Sentromir
Sentromir merupakan daerah pada kromosom eukariot yang mengalami penyempitan dan menjadi tempat bersatunya dua kromatid kembar (kromosom hasil replikasi) pada saat metafase. Di dalam sentromir terjadi perakitan kinetokor, suatu kompleks protein yang berikatan dengan mikrotubulus dari benang spindel. Mikrotubulus akan bekerja memisahkan kromatid kembar pada anafase. Oleh karena itu, dengan adanya sentromir, segregasi kromatid k embar ke masing-masing kutub sel dapat berlangsung dengan tepat. DNA pada sentromir khamir diketahui hanya terdiri atas suatu sekuens pendek (88 pb) yang kaya akan AT dan diapit oleh dua sekuens konservatif (selalu tetap) yang sangat pendek. Sementara itu, DNA pada sentromir mamalia berupa sekuens yang agak lebih panjang dan diapit oleh sejumlah besar sekuens repetitif (berulang) yang disebut dengan DNA satelit.

Telomir
Telomir adalah ujung kromosom eukariot yang sekaligus juga merupakan ujung molekul DNA. Sebuah telomir terdiri atas beratus -ratus salinan (copy) sekuens pendek repetitif yang disintesis oleh enzim telomerase dengan mekanisme yang tidak bergantung kepada replikasi DNA biasa. Pada manusia, misalnya, sekuens ini berupa 5¶-TTAGGG-3¶.

DNA telomerik membentuk struktur sekunder tertentu, yang fungsinya untuk melindungi ujung kromosom dari degradasi. Sintesis DNA telomerik yang bersifat independen dari replikasi DNA lainnya akan mengimbangi terjadinya pemendekan kromosom secara bertahap. Pemendekan it u sendiri terjadi karena ketidakmampuan replikasi biasa untuk menyintesis bagian yang paling ujung pada suatu molekul DNA linier.

Kromosom interfase    
Pada waktu interfase, gen-gen di dalam kromosom mengalami transkripsi. Demikian pula, replikasi DNA berlangsung. Selama kurun waktu tersebut, yang merupakan bagian terbesar di antara tahapan -tahapan daur sel, kromosom mempunyai struktur yang sangat baur dan tidak dapat dilihat satu demi satu. Meskipun demikian, diyakini bahwa kala-kala kromosomal seperti pada Gambar 3.4. tetap ada dan terikat pada matriks nuklear.

Heterokromatin
Bagian kromatin yang selama interfase tetap nampak sangat kompak meskipun tidak sekompak ketika metafase dinamakan heterokromatin. Jika diamati di bawah mikroskop, heterokromatin terlihat sebagai daerah yang gelap di bagian tepi nukleus. Dewasa ini telah diketahui bahwa heterokromatin berisi sejumlah sekuens repetitif yang secara genetik tidak aktif atau tidak banyak mengalami transkripsi.

Diyakini bahwa kebanyakan heterokromatin terdir i atas DNA satelit yang letaknya berdekatan dengan sentromir. Meskipun demikian, dalam kasus tertentu seluruh kromosom bisa saja berupa heterokromatin, misalnya salah satu dari dua kromosom X pada mamalia betina.

Eukromatin
Eukromatin adalah bagian kromati n yang berisi sekuens-sekuens nonrepetitif (tunggal, tidak berulang) yang secara genetik sangat aktif atau banyak mengalami transkripsi. Kenampakannya tidak sejelas heterokromatin. Meskipun demikian, eukromatin tidaklah homogen sempurna. Masih banyak juga daerah-daerah yang secara genetik relatif inaktif. Hanya sekitar 10% di antaranya merupakan daerah dengan gen-gen yang sedang dan akan ditranskripsi. Di daerah semacam ini serabut 30 nm mengalami disosiasi menjadi struktur seperti tasbih. Bahkan, beberapa bagian di antaranya kehilangan nukleosom. Diduga hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pengikatan faktor-faktor transkripsi dan protein lainnya.

Sensitivitas kromatin terhadap enzim DNase I, yang memotong tulang punggung molekul DNA kecuali jika DNA tersebut terlindungi oleh protein yang terikat padanya, telah digunakan untuk memetakan daerah -daerah yang aktif mengalami transkripsi.

Daerah-daerah pendek yang hipersensitif terhadap DNase I dianggap menggambarkan daerah yang serabut 30 nm-nya diselingi oleh pengikatan suatu protein regulator tertentu sehingga memperlihatkan DNA yang tebuka dan mudah diserang oleh DNase I. Sementara itu, daerah sensitif yang lebih panjang menggambarkan sekuens-sekuens yang mengalami transkripsi. Daerah-daerah tersebut bevariasi di antara jenis sel yang berbeda, sesuai dengan tempat gen yang akan diekspresikan pada sel tertentu.

Suatu modifikasi kimia penting yang diduga terlibat dalam sinyal pengemasan kromosom di tempat gen-gen yang diekspresikan pada sel -sel mamalia adalah metilasi atom C ke 5 pada basa sitosin (C) dengan sekuens 5¶-CG-3¶, yang biasa dikenal sebagai metilasi CpG. Keberadaan CpG biasanya relatif jarang karena 5 -metil sitosin secara spontan akan mengalami deaminasi menjadi timin. Metilasi CpG berkaitan dengan daerah-daerah kromatin yang tidak aktif mengalami transkripsi.

Akan tetapi, ada daerah sepanjang lebih kurang 2 kb yang dinamakan kepulauan CpG, yang berisi CpG yang tidak mengalami metilasi dan ternyata sensitif terhadap DNase I. Kepulauan CpG menjadi tempat pengikatan promoter gen-gen yang akan ditranskripsi.

Kompleksitas Genom Eukariot
Genom organisme eukariot dapat mengandung jumlah DNA lebih dari 1000 kali jumlah yang ada pada genom prokariot seperti E. coli. Akan tetapi, banyaknya protein pada eukariot, misalnya manusia, tidaklah 1000 kali jumlah protein pada E. coli. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa tidak semua sekuens DNA eukariot menyandi pembentukan protein. Sekuens DNA eukariot yang tidak menyandi sintesis protein ini dinamakan intron.

Intron akan menginterupsi daerah penyandi protein (coding sequence) di dalam gen- gen eukariot sehingga sekuens gen -gen tersebut dapat mencakup panjang beberapa kilobasa tetapi tidak semuanya merupakan coding sequence. Hingga sekarang fungsi intron, kalau pun ada, tidak diketahui. Hal yang pasti adalah bahwa kebanyakan intron terdiri atas sejumlah pengulangan salinan beberapa macam sekuens yang serupa atau sama. Salinan sekuens tersebut dapat dijumpai berurutan (tandemly repeated) seperti pada DNA satelit yang ada d i dekat sentromir, atau tersebar (interspersed) di sepanjang genom, misalnya pada elemen Alu pada genom manusia.

Kecepatan renaturasi atau kinetika reasosiasi sampel DNA kromosom digambarkan sebagai kurva yang dikenal sebagai kurva Cot. Pemberian nama ini berkaitan dengan variabel-variabel yang dihubungkan. Sumbu X memetakan variabel yang merupakan hasil kali konsentrasi DNA awal (Co) dengan waktu yang dibutuhkan untuk renaturasi (t). Sementara itu, sumbu Y memetakan banyaknya fragmen DNA yang masih tetap berupa untai tunggal (f).

Kurva Cot untuk DNA kromosom manusia memperlihatkan adanya tiga fase, yaitu fase cepat, fase sedang, dan fase lambat. Fase cepat menunjukkan bahwa fragmen-fragmen untai tunggal membawa sekuens repetitif yang sangat banyak sehi ngga mudah sekali untuk mengalami renaturasi. Fase sedang menunjukkan bahwa fragmen-fragmen untai tunggal membawa sekuens repetitif dalam jumlah yang tidak terlalu besar sehingga kecepatan renaturasinya pun sedang -sedang saja.

Fase lambat menunjukkan bahwa fragmen-fragmen untai tunggal sedikit sekali atau sama sekali tidak membawa sekuens repetitif sehingga sangat sulit untuk mengalami renaturasi. Dengan demikian, genom atau DNA kromosom manusia dapat dibagi dalam tiga daerah, yaitu daerah dengan banyak sek uens repetitif (highly repetitive DNA), daerah dengan beberapa sekuens repetitif (moderately repetitive DNA), dan daerah dengan sekuens unik atau tanpa sekuens repetitif. Sementara itu, genom prokariot, misalnya E. coli, hanya terdiri atas sekuens -sekuens unik

Baca selengkapnya...

Struktur Molekuler Kromosom Prokariotik

(Tulisan Struktur Molekuler Kromosom Prokariotik adalah bagian dari artikel dengan judul Tinjauan Struktur Kromosom. Bila anda memerlukannya sebagai bahan referensi, artikel tersebut bisa anda DOWNLOAD DISINI)

Gambaran umum genom prokariot dapat diwakili oleh kromosom E. coli, yang merupakan gulungan DNA tunggal berbentuk sirkuler tertutup sepanjang 4,6 x 106 pb. DNA tersebut dikemas di suatu tempat di dalam sel yang dinamakan nukleoid. Di tempat ini terdapat konsentrasi DNA yang sangat tinggi, mungkin mencapai 30 hingga 50 mg/ml, dan semua protein yang berhubungan dengan DNA seperti polimerase, represor, dan lain sebagainya.

Percobaan-percobaan yang memungkinkan isolasi DNA E. coli dari semua protein yang melekat padanya serta pengamatan melalui mikroskop elektron dapat menunjukkan satu tingkat organisasi nukleoid. Ternyata, DNA terdiri atas 50 hingga 100 domain atau kala (loop), yang ujung-ujungnya dipersatukan oleh suatu struktur yang diduga terdiri atas protein- protein terikat membran plasma.

Masing-masing kala tersebut berukuran lebih kurang 50 hingga 100 kb. Belum diketahui apakah kala bersifat statis atau dinamis, tetapi ada satu model yang menyebutkan bahwa DNA mungkin berputar-putar melalui struktur pemersatu yang ada di dasar kala tersebut.

Kromosom E. coli secara keseluruhan mengalami superkoiling negatif (berkebalikan dengan arah putaran heliks untai ganda DNA) meskipun ada bukti bahwa masing - masing domain dapat mengalami superkoiling secara independen. Bahkan, gambaran mikrograf elektron menunjukkan bahwa beberapa domain tidak mengalami superkoiling, mungkin karena salah satu untai DNAnya patah.

Protein-protein terikat membran plasma yang terdapat pada struktur pemersatu domain ada beberapa macam. Protein yang paling banyak dijumpai adalah HU, suatu protein dimerik (mempunyai dua subunit) yang bersifat basa dan H-NS (dulu disebut H1), suatu protein monomerik netral. Kedua -duanya mengikat DNA secara nonspesifik dalam arti tidak bergantung kepada sekuens tertentu, dan sering dikatakan sebagai protein mirip histon. Akibat pengikatan oleh kedua protein tersebut DNA menjadi kompak. Hal ini sangat penting bagi pengemasan DNA di dalam nukleoid dan stabilisasi superkoiling kromosom.

Baca selengkapnya...

Download Artikel Asam Nukleat

(Berikut ini adalah artikel dengan judul Asam Nukleat. Bila anda memerlukannya sebagai bahan referensi, artikel tersebut bisa anda DOWNLOAD DISINI. Berikut adalah gambaran tentang artikel Asam Nukleat yang dimaksud)

ASAM NUKLEAT
Asam nukleat merupakan salah satu makromolekul yang memegang peranan sangat penting dalam kehidupan organisme karena di dalamnya tersimpan informasi genetik. Asam nukleat sering dinamakan juga polinukleotida karena tersusun dari sejumlah molekul nukleotida sebagai monomernya. Tiap nukleotida mempunyai struktur yang terdiri atas gugus fosfat, gula pentosa, dan basa nitrogen atau basa nukleotida (basa N). Ada dua macam asam nukleat, yaitu asam deoksiribonukleat atau deoxyribonucleic acid (DNA) dan asam ribonukleat atau ribonucleic acid (RNA). Dilihat dari strukturnya, perbedaan di antara kedua macam asam nukleat ini terutama terletak pada komponen gula pentosanya…dst (DOWNLOAD)

Baca selengkapnya...

Sifat Spektroskopik Termal Asam Nukleat

(Tulisan Sifat Spektroskopik Termal Asam Nukleat adalah bagian dari artikel dengan judul Tinjauan Asam Nukleat. Bila anda memerlukannya sebagai bahan referensi, artikel tersebut bisa anda DOWNLOAD DISINI)

Sifat spektroskopik-termal asam nukleat meliputi kemampuan absorpsi sinar UV, hipokromisitas, penghitungan konsentrasi asam nukleat, penentuan kemurnian DNA, serta denaturasi termal dan renaturasi asam nukleat. Masing-masing akan dibicarakan sekilas berikut ini.

Absorpsi UV
Asam nukleat dapat mengabsorpsi sinar UV karena adanya basa nitrogen yang bersifat aromatik; fosfat dan gula tidak memberikan kontribusi dalam absorpsi UV. Panjang gelombang untuk absorpsi maksimum baik oleh DNA maupun RNA adalah 260 nm atau dikatakan λmaks = 260 nm. Nilai ini jelas sangat berbeda dengan nilai untuk protein yang mempunyai λmaks = 280 nm. Sifat-sifat absorpsi asam nukleat dapat digunakan untuk deteksi, kuantifikasi, dan perkiraan kemurniannya.

Hipokromisitas
Meskipun λmaks untuk DNA dan RNA konstan, ternyata ada perbedaan nilai yang bergantung kepada lingkungan di sekitar basa berada. Dalam hal ini, absorbansi pada λ 260 nm (A260) memperlihatkan variasi di antara basa-basa pada kondisi yang berbeda. Nilai tertinggi terlihat pada nukleotida yang diisolasi, nilai sedang diperoleh pada molekul DNA rantai tunggal (ssDNA) atau RNA, dan nilai terendah dijumpai pada DNA rantai ganda (dsDNA). Efek ini disebabkan oleh pengikatan basa di dalam lingkungan hidrofobik. Istilah klasik untuk menyatakan perbedaan nilai absorbansi tersebut adalah hipokromisitas. Molekul dsDNA dikatakan relatif hipokromik (kurang berwarna) bila dibandingkan dengan ssDNA. Sebaliknya, ssDNA dikatakan hiperkromik terhadap dsDNA.

Penghitungan konsentrasi asam nukleat
Konsentrasi DNA dihitung atas dasar nilai A260-nya. Molekul dsDNA dengan konsentrasi 1mg/ml mempunyai A260 sebesar 20, sedangkan konsentrasi yang sama untuk molekul ssDNA atau RNA mempunyai A260 lebih kurang sebesar 25. Nilai A260 untuk ssDNA dan RNA hanya merupakan perkiraan karena kandungan basa purin dan pirimidin pada kedua molekul tersebut tidak selalu sama, dan nilai A260 purin tidak sama dengan nilai A260 pirimidin. Pada dsDNA, yang selalu mempunyai kandungan purin dan pirimidin sama, nilai A260 -nya sudah pasti.

Kemurnian asam nukleat
Tingkat kemurnian asam nukleat dapat diestimasi melalui penentuan nisbah A260 terhadap A280. Molekul dsDNA murni mempunyai nisbah A260 /A280 sebesar 1,8. Sementara itu, RNA murni mempunyai nisbah A260 /A280 sekitar 2,0. Protein, dengan λmaks = 280 nm, tentu saja mempunyai nisbah A260 /A280 kurang dari 1,0. Oleh karena itu, suatu sampel DNA yang memperlihatkan nilai A260 /A280 lebih dari 1,8 dikatakan terkontaminasi oleh RNA. Sebaliknya, suatu sampel DNA yang memperlihatkan nilai A260 /A280 kurang dari 1,8 dikatakan terkontaminasi oleh protein.

Denaturasi termal dan renaturasi
Di atas telah disinggung bahwa beberapa senyawa kimia tertentu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi asam nukleat. Ternyata, panas juga dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat. Proses denaturasi ini dapat diikuti melalui pengamatan nilai absorbansi yang meningkat karena molekul rantai ganda (pada dsDNA dan sebagian daerah pada RNA) akan berubah menjadi molekul rantai tunggal. Denaturasi termal pada DNA dan RNA ternyata sangat berbeda. Pada RNA denaturasi berlangsung perlahan dan bersifat acak karena bagian rantai ganda yang pendek akan terdenaturasi lebih dahulu daripada bagian rantai ganda yang panjang.

Tidaklah demikian halnya pada DNA. Denaturasi terjadi sangat cepat dan bersifat koperatif karena denaturasi pada kedua ujung molekul dan pada daerah kaya AT akan mendestabilisasi daerah-daerah di sekitarnya. Suhu ketika molekul asam nukleat mulai mengalami denaturasi dinamakan titik leleh atau melting temperature (Tm). Nilai Tm merupakan fungsi kandungan GC sampel DNA, dan berkisar dari 80 ºC hingga 100ºC untuk molekul-molekul DNA yang panjang. DNA yang mengalami denaturasi termal dapat dipulihkan (direnaturasi) dengan cara didinginkan. Laju pendinginan berpengaruh terhadap hasil renaturasi yang diperoleh.

Pendinginan yang berlangsung cepat hanya memungkinkan renaturasi pada beberapa bagian/daerah tertentu. Sebaliknya, pendinginan yang dilakukan perlahanlahan dapat mengembalikan seluruh molekul DNA ke bentuk rantai ganda seperti semula. Renaturasi yang terjadi antara daerah komplementer dari dua rantai asam nukleat yang berbeda dinamakan hibridisasi.

Superkoiling DNA
Banyak molekul dsDNA berada dalam bentuk sirkuler tertutup atau closedcircular (CC), misalnya DNA plasmid dan kromosom bakteri serta DNA berbagai virus. Artinya, kedua rantai membentuk lingkaran dan satu sama lain dihubungkan sesuai dengan banyaknya putaran heliks (Lk) di dalam molekul DNA tersebut. Sejumlah sifat muncul dari kondisi sirkuler DNA. Cara yang baik untuk membayangkannya adalah menganggap struktur tangga berpilin DNA seperti gelang karet dengan suatu garis yang ditarik di sepanjang gelang tersebut. Jika kita membayangkan suatu pilinan pada gelang, maka deformasi yang terbentuk akan terkunci ke dalam sistem pilinan tersebut. Deformasi inilah yang disebut sebagai superkoiling.

Interkalator
Geometri suatu molekul yang mengalami superkoiling dapat berubah akibat beberapa faktor yang mempengaruhi pilinan internalnya. Sebagai contoh, peningkatan suhu dapat menurunkan jumlah pilinan, atau sebaliknya, peningkatan kekuatan ionik dapat menambah jumlah pilinan. Salah satu faktor yang penting adalah keberadaan interkalator seperti etidium bromid (EtBr). Molekul ini merupakan senyawa aromatik polisiklik bermuatan positif yang menyisip di antara pasangan-pasangan basa. Dengan adanya EtBr molekul DNA dapat divisualisasikan menggunakan paparan sinar UV.

Baca selengkapnya...

Sifat Fisika Kimia Asam Nukleat

(Tulisan Sifat-sifat Fisika Kimia Asam Nukleat adalah bagian dari artikel dengan judul Tinjauan Asam Nukleat. Bila anda memerlukannya sebagai bahan referensi, artikel tersebut bisa anda DOWNLOAD DISINI)

Di bawah ini akan dibicarakan sekilas beberapa sifat fisika-kimia asam nukleat. Sifat-sifat tersebut adalah stabilitas asam nukleat, pengaruh asam, pengaruh alkali, denaturasi kimia, viskositas, dan kerapatan apung.

Stabilitas asam nukleat
Ketika kita melihat struktur tangga berpilin molekul DNA atau pun struktur sekunder RNA, sepintas akan nampak bahwa struktur tersebut menjadi stabil akibat adanya ikatan hidrogen di antara basa-basa yang berpasangan. Padahal, sebenarnya tidaklah demikian. Ikatan hidrogen di antara pasangan-pasangan basa hanya akan sama kuatnya dengan ikatan hidrogen antara basa dan molekul air apabila DNA berada dalam bentuk rantai tunggal.

Jadi, ikatan hidrogen jelas tidak berpengaruh terhadap stabilitas struktur asam nukleat, tetapi sekedar menentukan spesifitas perpasangan basa. Penentu stabilitas struktur asam nukleat terletak pada interaksi penempatan (stacking interactions) antara pasangan-pasangan basa. Permukaan basa yang bersifat hidrofobik menyebabkan molekul-molekul air dikeluarkan dari sela-sela perpasangan basa sehingga perpasangan tersebut menjadi kuat.

Pengaruh asam
Di dalam asam pekat dan suhu tinggi, misalnya HClO4 dengan suhu lebih dari 100ºC, asam nukleat akan mengalami hidrolisis sempurna menjadi komponen komponennya. Namun, di dalam asam mineral yang lebih encer, hanya ikatan glikosidik antara gula dan basa purin saja yang putus sehingga asam nukleat dikatakan bersifat apurinik.

Pengaruh alkali
Pengaruh alkali terhadap asam nukleat mengakibatkan terjadinya perubahan status tautomerik basa. Sebagai contoh, peningkatan pH akan menyebabkan perubahan struktur guanin dari bentuk keto menjadi bentuk enolat karena molekul tersebut kehilangan sebuah proton. Selanjutnya, perubahan ini akan menyebabkan terputusnya sejumlah ikatan hidrogen sehingga pada akhirnya rantai ganda DNA mengalami denaturasi. Hal yang sama terjadi pula pada RNA. Bahkan pada pH netral sekalipun, RNA jauh lebih rentan terhadap hidrolisis bila dibadingkan dengan DNA karena adanya gugus OH pada atom C nomor 2 di dalam gula ribosanya.

Denaturasi kimia
Sejumlah bahan kimia diketahui dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat pada pH netral. Contoh yang paling dikenal adalah urea (CO(NH2)2) dan formamid (COHNH2). Pada konsentrasi yang relatif tinggi, senyawa-senyawa tersebut dapat merusak ikatan hidrogen. Artinya, stabilitas struktur sekunder asam nukleat menjadi berkurang dan rantai ganda mengalami denaturasi.

Viskositas
DNA kromosom dikatakan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi karena diameternya hanya sekitar 2 nm, tetapi panjangnya dapat mencapai beberapa sentimeter. Dengan demikian, DNA tersebut berbentuk tipis memanjang. Selain itu, DNA merupakan molekul yang relatif kaku sehingga larutan DNA akan mempunyai viskositas yang tinggi. Karena sifatnya itulah molekul DNA menjadi sangat rentan terhadap fragmentasi fisik. Hal ini menimbulkan masalah tersendiri ketika kita hendak melakukan isolasi DNA yang utuh.


Kerapatan apung
Analisis dan pemurnian DNA dapat dilakukan sesuai dengan kerapatan apung (bouyant density)-nya. Di dalam larutan yang mengandung garam pekat dengan berat molekul tinggi, misalnya sesium klorid (CsCl) 8M, DNA mempunyai kerapatan yang sama dengan larutan tersebut, yakni sekitar 1,7 g/cm3. Jika larutan ini disentrifugasi dengan kecepatan yang sangat tinggi, maka garam CsCl yang pekat akan bermigrasi ke dasar tabung dengan membentuk gradien kerapatan.

Begitu juga, sampel DNA akan bermigrasi menuju posisi gradien yang sesuai dengan kerapatannya. Teknik ini dikenal sebagai sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan (equilibrium density gradient centrifugation) atau sentrifugasi isopiknik. Oleh karena dengan teknik sentrifugasi tersebut pelet RNA akan berada di dasar tabung dan protein akan mengapung, maka DNA dapat dimurnikan baik dari RNA maupun dari protein. Selain itu, teknik tersebut juga berguna untuk keperluan analisis DNA karena kerapatan apung DNA (ρ) merupakan fungsi linier bagi kandungan GCnya. Dalam hal ini, ρ = 1,66 + 0,098% (G + C).

Download artikel plus gambar diagram skematik sentrifugasi seimbang dalam tingkat kerapatan DNA)

Baca selengkapnya...

Struktur DNA Dan RNA

(Tulisan Struktur DNA Dan RNA adalah bagian dari artikel dengan judul Tinjauan Asam Nukleat. Bila anda memerlukannya sebagai bahan referensi, artikel tersebut bisa anda DOWNLOAD DISINI)

Dua orang ilmuwan, J.D.Watson dan F.H.C.Crick, mengajukan model struktur molekul DNA yang hingga kini sangat diyakini kebenarannya dan dijadikan dasar dalam berbagai teknik yang berkaitan dengan manipulasi DNA. Model tersebut dikenal sebagai tangga berplilin (double helix). Secara alami DNA pada umumnya mempunyai struktur molekul tangga berpilin ini. Model tangga berpilin menggambarkan struktur molekul DNA sebagai dua rantai polinukleotida yang saling memilin membentuk spiral dengan arah pilinan ke kanan.

Fosfat dan gula pada masing-masing rantai menghadap ke arah luar sumbu pilinan, sedangkan basa N menghadap ke arah dalam sumbu pilinan dengan susunan yang sangat khas sebagai pasangan - pasangan basa antara kedua rantai. Dalam hal ini, basa A pada satu rantai akan berpasangan dengan basa T pada rantai lainnya, sedangkan basa G berpasangan dengan basa C. Pasangan-pasangan basa ini dihubungkan oleh ikatan hidrogen yang lemah (nonkovalen). Basa A dan T dihubungkan oleh ikatan hidrogen rangkap dua, sedangkan basa G dan C dihubungkan oleh ikatan hidrogen rangkap tiga.

Adanya ikatan hidrogen tersebut menjadikan kedua rantai polinukleotida terikat satu sama lain dan saling komplementer. Artinya, begitu sekuens basa pada salah satu rantai diketahui, maka sekuens pada rantai yang lainnya dapat ditentukan. Oleh karena basa bisiklik selalu berpasangan dengan basa monosiklik, maka jarak antara kedua rantai polinukleotida di sepanjang molekul DNA akan selalu tetap. Dengan perkataan lain,  kedua rantai tersebut sejajar. Akan tetapi, jika rantai yang satu dibaca dari arah 5’ ke 3’, maka rantai pasangannya dibaca dari arah 3’ ke 5’.

Jadi, kedua rantai tersebut sejajar tetapi berlawanan arah (antiparalel). Jarak antara dua pasangan basa yang berurutan adalah 0,34 nm. Sementara itu, didalam setiap putaran spiral terdapat 10 pasangan basa sehingga jarak antara dua basa yang tegak lurus di dalam masing-masing rantai menjadi 3,4 nm. Namun, kondisi semacam ini hanya dijumpai apabila DNA berada dalam medium larutan fisiologis dengan kadar garam rendah seperti halnya yang terdapat di dalam protoplasma sel hidup.

DNA semacam ini dikatakan berada dalam bentuk B atau bentuk yang sesuai dengan model asli Watson-Crick. Bentuk yang lain, misalnya bentuk A, akan dijumpai jika DNA berada dalam medium dengan kadar garam tinggi. Pada bentuk A terdapat 11 pasangan basa dalam setiap putaran spiral. Selain itu, ada pula bentuk Z, yaitu bentuk molekul DNA yang mempunyai arah pilinan spiral ke kiri. Bermacam-  macam bentuk DNA ini sifatnya fleksibel, artinya dapat berubah dari yang satu ke yang lain bergantung kepada kondisi lingkungannya.

Modifikasi struktur molekul RNA
Tidak seperti DNA, molekul RNA pada umumnya berupa untai tunggal sehingga tidak memiliki struktur tangga berpilin. Namun, modifikasi struktur juga terjadi akibat terbentuknya ikatan hidrogen di dalam untai tunggal itu sendiri (intramolekuler). Dengan adanya modifikasi struktur molekul RNA, kita mengenal tiga macam RNA, yaitu RNA duta atau messenger RNA (mRNA), RNA pemindah atau transfer RNA (tRNA), dan RNA ribosomal (rRNA).

Struktur mRNA dikatakan sebagai struktur primer, sedangkan struktur tRNA dan rRNA dikatakan sebagai struktur sekunder. Perbedaan di antara ketiga struktur molekul RNA tersebut berkaitan dengan perbedaan fungsinya masing-masing.

Download artikel plus gambar diagram skematik struktur tangga berpilin DNA)

Baca selengkapnya...

Ikatan Fosfodiester Pada Asam Nukleat

(Tulisan Ikatan fosfodiester Pada Asam Nukleat adalah bagian dari artikel dengan judul Tinjauan Asam Nukleat. Bila anda memerlukannya sebagai bahan referensi, artikel tersebut bisa anda DOWNLOAD DISINI)

Selain ikatan glikosidik yang menghubungkan gula pentosa dengan basa N, pada asam nukleat terdapat pula ikatan kovalen melalui gugus fosfat yang menghubungkan antara gugus hidroksil (OH) pada posisi 5’ gula pentosa dan gugus hidroksil pada posisi 3’ gula pentosa nukleotida berikutnya. Ikatan ini dinamakan ikatan fosfodiester karena secara kimia gugus fosfat berada dalam bentuk diester (Gambar ada di artikel).

Oleh karena ikatan fosfodiester menghubungkan gula pada suatu nukleotida dengan gula pada nukleotida berikutnya, maka ikatan ini sekaligus menghubungkan kedua nukleotida yang berurutan tersebut. Dengan demikian, akan terbentuk suatu rantai polinukleotida yang masing-masing nukleotidanya satu sama lain dihubungkan oleh ikatan fosfodiester.

Kecuali yang berbentuk sirkuler, seperti halnya pada kromosom dan plasmid bakteri, rantai polinukleotida memiliki dua ujung. Salah satu ujungnya berupa gugus fosfat yang terikat pada posisi 5’ gula pentosa. Oleh karena itu, ujung ini dinamakan ujung P atau ujung 5’. Ujung yang lainnya berupa gugushidroksil yang terikat pada posisi 3’ gula pentosa sehingga ujung ini dinamakan ujung OH atau ujung 3’.

Adanya ujung-ujung tersebut menjadikan rantai polinukleotida linier mempunyai arah tertentu. Pada pH netral adanya gugus fosfat akan menyebabkan asam nukleat bermuatan negatif. Inilah alasan pemberian nama ’asam’ kepada molekul polinukleotida meskipun di dalamnya juga terdapat banyak basa N. Kenyataannya, asam nukleat memang merupakan anion asam kuat atau merupakan polimer yang sangat bermuatan negatif.

Sekuens Asam Nukleat
Urutan basa N akan menentukan spesifisitas suatu molekul asam nukleat sehingga biasanya kita menggambarkan suatu molekul  asam nukleat cukup dengan menuliskan urutan basa (sekuens)-nya saja. Selanjutnya, dalam penulisan sekuens asam nukleat ada kebiasaan untuk menempatkan ujung 5’ di sebelah kiri atau ujung 3’ di sebelah kanan.

Sebagai contoh, suatu sekuens DNA dapat dituliskan 5’-ATGACCTGAAAC-3’ atau suatu sekuens RNA dituliskan 5’-GGUCUGAAUG-3’. Jadi, spesifisitas suatu asam nukleat selain ditentukan oleh sekuens basanya, juga harus dilihat dari arah pembacaannya. Dua asam nukleat yang memiliki sekuens sama tidak berarti keduanya sama jika pembacaan sekuens tersebut dilakukan dari arah yang berlawanan (yang satu 5’→3’,sedangkan yang lain 3’→ 5’).

Download artikel plus gambar diagram skematik ikatan fosfodiester dan ikatan glikosidik pada asam nukleat)

Baca selengkapnya...

Nukleosida Dan Nukleotida Pada Asam Nukleat

(Tulisan Nukleosida Dan Nukleotida Pada aasam Nukleat adalah bagian dari artikel dengan judul Tinjauan Asam Nukleat. Bila anda memerlukannya sebagai bahan referensi, artikel tersebut bisa anda DOWNLOAD DISINI)

Penomoran posisi atom C pada cincin gula dilakukan menggunakan tanda aksen (1’, 2’, dan seterusnya), sekedar untuk membedakannya dengan penomoran posisi pada cincin basa. Posisi 1’ pada gula akan berikatan dengan posisi 9 (N-9) pada basa purin atau posisi 1 (N-1) pada basa pirimidin melalui ikatan glikosidik atauglikosilik (Gambar terdapat di artikel). Kompleks gula-basa ini dinamakan nukleosida.

Asam nukleat tersusun dari monomer-monomer berupa nukleotida, yang masing-masing terdiri atas sebuah gugus fosfat, sebuah gula pentosa, dan sebuah basa N. Dengan demikian, setiap nukleotida pada asam nukleat dapat dilihat sebagai nukleosida monofosfat.

Namun, pengertian nukleotida secara umum sebenarnya adalah nukleosida dengan sebuah atau lebih gugus fosfat. Sebagai contoh, molekul ATP (adenosin trifosfat) adalah nukleotida yang merupakan nukleosida dengan tiga gugus fosfat. Jika gula pentosanya adalah ribosa seperti halnya pada RNA, maka nukleosidanya dapat berupa adenosin, guanosin, sitidin, dan uridin.

Begitu pula, nukleotidanya akan ada empat macam, yaitu adenosine monofosfat, guanosin monofosfat, sitidin monofosfat, dan uridin monofosfat. Sementara itu, jika gula pentosanya adalah deoksiribosa seperti halnya pada DNA, maka (2’-deoksiribo)nukleosidanya terdiri atas deoksiadenosin, deoksiguanosin, deoksisitidin, dan deoksitimidin.

Download artikel plus gambar diagram skematik ikatan fosfodiester dan ikatan glikosidik pada asam nukleat)

Baca selengkapnya...

Struktur Molekul Asam Nukleat

(Tulisan Struktur Molekul Asam Nukleat adalah bagian dari artikel dengan judul Tinjauan Asam Nukleat. Bila anda memerlukannya sebagai bahan referensi, artikel tersebut bisa anda DOWNLOAD DISINI)

Asam nukleat merupakan salah satu makromolekul yang memegang peranan sangat penting dalam kehidupan organisme karena di dalamnya tersimpan informasi genetik. Asam nukleat sering dinamakan juga polinukleotida karena tersusun dari sejumlah molekul nukleotida sebagai monomernya. Tiap nukleotida mempunyai struktur yang terdiri atas gugus fosfat, gula pentosa, dan basa nitrogen atau basa nukleotida (basa N). Ada dua macam asam nukleat, yaitu asam deoksiribonukleat atau deoxyribonucleic acid (DNA) dan asam ribonukleat atau ribonucleic acid
(RNA).

Dilihat dari strukturnya, perbedaan di antara kedua macam asam nukleat ini terutama terletak pada komponen gula pentosanya. Pada RNA gula pentosanya adalah ribosa, sedangkan pada DNA gula pentosanya mengalami kehilangan satu atom O pada posisi C nomor 2’ sehingga dinamakan gula 2’-deoksiribosa (Gambar terdapat di artikel)). Perbedaan struktur lainnya antara DNA dan RNA adalah pada basa N-nya. Basa N, baik pada DNA maupun pada RNA, mempunyai struktur berupa cincin aromatik heterosiklik (mengandung C dan N) dan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu purin dan pirimidin.

Basa purin mempunyai dua buah cincin (bisiklik), sedangkan basa pirimidin hanya mempunyai satu cincin (monosiklik). Pada DNA, dan juga RNA, purin terdiri atas adenin (A) dan guanin (G). Akan tetapi, untuk pirimidin ada perbedaan antara DNA dan RNA. Kalau pada DNA basa pirimidin terdiri atas sitosin (C) dan timin (T), pada RNA tidak ada timin dan sebagai gantinya terdapat urasil (U). Timin berbeda dengan urasil hanya karena adanya gugus metil pada posisi nomor 5 sehingga timin dapat juga dikatakan sebagai 5-metilurasil.

Di antara ketiga komponen monomer asam nukleat tersebut di atas, hanya basa N lah yang memungkinkan terjadinya variasi. Pada kenyataannya memang urutan (sekuens) basa N pada suatu molekul asam nukleat merupakan penentu bagi spesifisitasnya. Dengan perkataan lain, identifikasi asam nukleat dilakukan berdasarkan atas urutan basa N-nya sehingga secara skema kita bisa menggambarkan suatu molekul asam nukleat hanya dengan menuliskan urutan basanya saja.

Download artikel plus gambar diagram skematik ikatan komponen penyusun asam nukleat)

Baca selengkapnya...

Download Artikel Replikasi Dan Pembelahan Sel

(Berikut ini adalah artikel dengan judul Replikasi Dan Pembelahan Sel. Bila anda memerlukannya sebagai bahan referensi, artikel tersebut bisa anda DOWNLOAD DISINI. Berikut adalah gambaran tentang artikel Replikasi Dan Pembelahan yang dimaksud)

REPLIKASI DAN PEMBELAHAN SEL

Di dalam artikel ini akan dibahas tiga fungsi DNA sebagai materi genetik pada organisme, cara replikasi DNA pada sistem eukariot, dan pembelahan sel. Dengan mempelajari pokok bahasan ini akan diperoleh gambaran mengenai cara replikasi DNA, kelompok organisme eukariot dan pembelahan sel. Setelah mempelajari pokok bahasan di dalam artikel ini pembaca diharapkan mampu menjelaskan: tiga fungsi DNA sebagai materi genetik, mekanisme replikasi semikonservatif, pengertian replikon, ori, garpu replikasi, dan termini, cara replikasi DNA pada eukariot, pembelahan sel….dst (DOWNLOAD)

Baca selengkapnya...

Gametogenesis Pada Hewan

(Tulisan Gametogenises Pada Hewan adalah bagian dari artikel dengan judul Replikasi Dan Pembelahan Sel. Bila anda memerlukannya sebagai bahan referensi, artikel tersebut bisa anda DOWNLOAD DISINI)

Dengan berakhirnya meiosis tidak serta-merta dapat dikatakan bahwa gamet telah terbentuk. Meiosis hanya menghasilkan empat buah sel yang masing-masing haploid. Sel-sel ini masih memerlukan proses pematangan untuk dapat berkembang menjadi gamet. Pembelahan meiosis yang diikuti oleh pematangan sel-sel haploid menjadi gamet fungsional dinamakan gametogenesis.

Pada hewan yang berkembang biak secara seksual dapat dibedakan antara gametogenesis pada individu jantan dan gametogenesis pada individu betina. Gamet pada individu jantan disebut spermatozoon (jamak = spermatozoa) sehingga proses pembentukannya dinamakan spermatogenesis. Demikian pula, karena gamet betina disebut ovum (jamak = ova), maka gametogenesis pada jenis kelamin ini dinamakan oogenesis.

Spermatogenesis
Spermatogenesis dimulai pada saat individu yang bersangkutan mencapai matang kelamin (pubertas). Prosesnya berlangsung di dalam testes, tepatnya di dalam suatu tabung melengkung yang disebut tubulus seminiferus. Di sekeliling tabung ini terdapat spermatogonium (jamak = spermatogonia), yaitu sel-sel somatis khusus yang nantinya akan mengalami meiosis untuk menghasilkan spermatozoa.

Pada awalnya spermatogonium (diploid) memperbanyak diri melalui pembelahan mitosis berkali-kali. Pada waktu tertentu mitosis akan terhenti; spermatogonium membesar dan berdiferensiasi menjadi spermatosit primer, yang masih diploid juga.

Spermatosit primer kemudian mengalami meiosis I untuk menghasilkan spermatosit sekunder, yang dilanjutkan dengan meiosis II untuk menghasilkan empat buahspermatid yang masing-masing haploid. Akhirnya, spermatid berdiferensiasi menjadi spermatozoon yang matang.

Oogenesis
Bila dibandingkan dengan spermatogenesis, oogenesis relatif agak lebih rumit. Proses ini dimulai sejak awal tahap perkembangan embrio ketika sekelompok sel yang disebut galur sel germinal (germ cell line) memasuki ovarium yang sedang berkembang. Galur sel ini kemudian berkembang menjadi sel-sel somatis khusus yang disebut oogonium (jamak = oogonia).

Oogonium (diploid) memperbanyak diri dengan sangat cepat melalui pembelahan mitosis berkali-kali, dan akhirnya berdiferensiasi menjadi oosit primer, yang masih diploid juga. Oosit primer kemudian mengalami meiosis I tetapi tertahan pada tahap diplonema hingga saat matang kelamin. Selama kurun waktu ini oosit primer mengalami berbagai perubahan sehubungan dengan persiapan penyelesaian meiosis dan fertilisasi, serta mengumpulkan sejumlah besar bahan makanan untuk perkembangan awal embrio.

Untuk melindungi diri dari kerusakan mekanis, oosit primer diselubungi oleh selaput yang dinamakan folikel Graaf. Di bawah selaput ini terdapat granula kortikal yang membatasi pembuahan hanya oleh satu spermatozoon. Oosit primer yang berhasil menyelesaikan meiosis I akan menghasilkan dua buah sel haploid, yang masing-masing mengandung satu anggota pasangan kromosom homolog dalam keadaan mengganda. Namun, sitokinesis tidak berlangsung simetris sehingga kedua sel tersebut sangat berbeda kandungan sitoplasmanya.

Sel yang mendapatkan hampir seluruh sitoplasma dinamakan oosit sekunder, sedangkan sel satunya yang hanya mendapatkan sangat sedikit sitoplasma dinamakan badan polar. Oosit sekunder keluar dari folikel Graaf untuk memasuki saluran telur (pada manusia: tuba falopi ; pada hewan: oviduktus). Proses pelepasan oosit sekunder dari folikel Graaf dinamakan ovulasi.

Baik oosit sekunder maupun badan polar akan melanjutkan oogenesis ke tahap meiosis II. Lagi-lagi, oosit sekunder mengalami sitokinesis yang tidak simetris sehingga diperoleh satu sel yang besar (ovum) dan satu sel yang kecil (badan polar). Dengan demikian, pada akhir meiosis II dari sebuah oogonium akan diperoleh empat buah sel haploid, yang terdiri atas sebuah ovum (sel telur) dan tiga badan polar. Ketiga badan polar segera mengalami degenerasi karena hanya mengandung sedikit sekali sitoplasma dan organel yang diperlukan untuk melangsungkan metabolisme.

Meiosis II hanya akan selesai jika terjadi fertilisasi. Ovum yang tidak dibuahi akan mengalami degenerasi. Sebaliknya, jika ovum bertemu dengan spermatozoon akan terjadi penggabungan dua nukleus haploid sehingga terbentuk zigot diploid, yang kemudian turun dari tuba falopi / oviduktus menuju ke uterus.

Download artikel plus gambar diagram skematik gametogenesis pada hewan)

Baca selengkapnya...

Perbedaan Mitosis Dan Meiosis

(Tulisan Perbedaan Tahap Pembelahan Sel Secara Mitosis dan Meiosis adalah bagian dari artikel dengan judul Replikasi Dan Pembelahan Sel. Bila anda memerlukannya sebagai bahan referensi, artikel tersebut bisa anda DOWNLOAD DISINI)

Berikut adalah perbedaan tahap pembelahan sel secara mitosis dan meiosis ;

1). Pembelahan sel secara mitosis terjadi pada sel somatis, sedangkan pembelahan meiosis terjadi pada meiosit atau gametogonium, yaitu sel-sel somatis khusus yang akan menghasilkan gamet (sel kelamin).

2). Pembelahan sel secara mitosis terjadi berlangsung relatif singkat dan selesai hanya dalam satu kali kariokinesis, sedangkan pembelahan meiosis berlangsung relatif lama dan memerlukan dua kali kariokinesis.

3). Pada pembelahan sel secara mitosis dari sebuah sel diploid dihasilkan dua buah sel yang masing-masing diploid, sedangkan pembelahan meiosis dari sebuah sel diploid dihasilkan empat buah sel yang masing-masing haploid.

4). Pembelahan sel secara mitosis kromosom-kromosom homolog tidak mengalami sinapsis sehingga hanya ada struktur monovalen atau kromatid biad pada metafase, sedangkan pembelahan meiosis Kromosom-kromosom homolog mengalami sinapsis sehingga akan ada struktur bivalen atau kromatid tetrad pada metafase I.

5). Pembelahan sel secara mitosis tidak ada peristiwa pindah silang, sedangkan pembelahan meiosis ada peristiwa pindah silang.

Baca selengkapnya...

Pembelahan Sel Secara Meiosis

(Tulisan Tahap Pembelahan Sel Secara Meiosis adalah bagian dari artikel dengan judul Replikasi Dan Pembelahan Sel. Bila anda memerlukannya sebagai bahan referensi, artikel tersebut bisa anda DOWNLOAD DISINI)

Pada tahun 1883 atau empat tahun setelah mitosis dapat dijelaskan, Edouard van Beneden menemukan bahwa telur cacing Ascaris mengandung kromosom hanya separuh jumlah kromosom yang terdapat di dalam sel-sel somatisnya. Ia kemudian dengan tepat dapat menginterpretasikan hal itu sebagai akibat terjadinya suatu tipe pembelahan sel yang lain, yang disebut meiosis (meioun = pengurangan).

Meskipun demikian, Beneden salah menyimpulkan bahwa pada pembelahan meiosis seluruh kromosom paternal (kromosom dari tetua jantan) akan bergerak ke satu kutub sel dan seluruh kromosom maternal (kromosom dari tetua betina) bergerak ke kutub sel yang lain. Peristiwa yang benar adalah terjadi percampuran kromosom paternal dan maternal membentuk pasangan-pasangan kromosom homolog, yang kemudian disebarkan secara acak ke dalam sel-sel hasil meiosis.

Bila dibandingkan dengan mitosis, meiosis membutuhkan waktu yang jauh lebih panjang dengan proses yang lebih rumit. Meiosis dapat dibagi menjadi dua pembelahan nukleus (kariokinesis), yaitu meiosis I dan meiosis II. Pada meiosis I terjadi pengurangan jumlah kromosom menjadi setengah dari semula sehingga pembelahan ini sering juga disebut pembelahan reduksi. Jika sel yang mengalami meiosis adalah sebuah sel diploid, maka pada akhir meiosis II akan didapatkan empat buah sel yang masing-masing haploid. Hal ini karena kromosom hanya mengalami satu kali penggandaan, tetapi kariokinesisnya terjadi dua kali.

Tahap-Tahap Meiosis
Oleh karena meiosis dapat dibagi menjadi meiosis I dan meiosis II, maka tahap- tahapnya terdiri atas profase I, metafase I, anafase I, telofase I, profase II, metafase II, anafase II, dan telofase II. Tahap-tahap meiosis II (profase II hingga telofase II) sebenarnya menyerupai tahap-tahap pada mitosis.

Profase I
Di antara tahap-tahap meiosis, profase I membutuhkan waktu paling panjang sehingga dapat dibagi lagi menjadi beberapa tahap, yaitu leptonema, zigonema, pakinema, diplonema, dan diakinesis.

a). Leptonema (leptoten)
Seperti halnya pada profase awal mitosis, pada tahap meiosis yang paling awal ini tiap kromosom telah mengalami penggandaan menjadi kromatid kembar. Namun, kenampakan kromosom jika dilihat menggunakan mikroskop cahaya masih seperti benang tunggal yang tipis memanjang. Di sepanjang kromosom dijumpai sejumlah kromomir, berupa butiran-butiran padat dengan interval yang tidak beraturan.

b). Zigonema (zigoten)
Tiap kromosom homolog (kromosom paternal dan maternal) berpasang-pasangan membentuk struktur bivalen. Proses berpasangannya sendiri dinamakan sinapsis. Oleh karena tiap kromosom telah mengalami penggandaan menjadi dua kromatid kembar, maka pada tiap bivalen terdapat empat kromatid kembar. Kompleks empat kromatid ini disebut tetrad.

c). Pakinema (pakiten)
Pada pakinema kromosom untuk pertama kalinya dapat dilihat sebagai struktur yang telah mengalami penggandaan (bivalen atau tetrad). Peristiwa penting lainnya pada tahap ini adalah terjadinya pindah silang (crossing over), yaitu pertukaran materi genetik antara kromatid paternal dan kromatid maternal pasangannya.

d). Diplonema (diploten)
Secara visual tempat terjadinya pindah silang dapat dilihat sebagai struktur yang dinamakan kiasma (jamak = kiasmata). Kecuali pada daerah-daerah kiasma ini, pasangan-pasangan kromatid nampak mulai saling memisah.

e). Diakinesis
Kiasma bergeser ke ujung kromosom sehingga tempat ini sekarang tidak harus merupakan tempat terjadinya pindah silang. Tiap kromatid anggota tetrad makin memendek, menebal, dan bergerak ke arah bidang tengah sel. Nukleolus dan dinding nukleus menghilang. Mikrotubul / benang spindel yang keluar dari sentriol nampak kian memanjang dan akhirnya melekat pada kinetokor.

Metafase I
Struktur tetrad nampak makin jelas di bidang tengah sel. Di sinilah konfigurasi kromosom meiosis paling mudah dibedakan dengan kromosom metafase mitosis. Pada metafase mitosis tidak dijumnpai adanya struktur tetrad, tetapi hanya ada biad yang terdiri atas dua kromatid kembar.

Anafase I
Anggota tiap pasangan kromosom homolog (yang masing-masing terdiri atas dua kromatid kembar) bergerak ke arah kutub sel yang berlawanan. Dalam hal ini sentromir belum membelah sehingga kedua kromatid kembar masih terikat satu sama lain.

Telofase I
Anggota tiap pasangan kromosom homolog telah mencapai kutub sel yang berlawanan. Dinding nukleus mulai terbentuk kembali. Kadang-kadang telofase I diikuti oleh sitokinesis dan interfase singkat (tanpa penggandaan kromosom), tetapi seringkali langsung diteruskan ke meiosis II.

MEIOSIS II
Di atas telah dikatakan bahwa tahap-tahap meiosis II, mulai dari profase II hingga telofase II, menyerupai tahap-tahap pada mitosis. Namun, pada meiosis II hanya ada satu dari masing-masing pasangan kromosom homolog di dalam setiap nukleus. Jadi, di dalam tiap nukleus hanya ada kromosom paternal saja atau kromosom maternal saja untuk tiap nomor kromosom.
Sebagai contoh, di dalam satu nukleus mungkin terdapat kromosom paternal untuk kromosom nomor 1, kromosom maternal untuk kromosom nomor 2, kromosom maternal untuk kromosom nomor 3, dan seterusnya. Nukleus lainnya akan membawa kombinasi kromosom yang lain pula. Telofase II akan diikuti oleh sitokinesis yang menghasilkan empat sel haploid. Di dalam nukleus masing-masing sel ini terdapat satu anggota untuk setiap pasangan kromosom homolog. Jadi, kalau pada telofase I (dan sebelumnya, anafase I) terjadi pemisahan kromosom homolog, pada telofase II (dan anafase II) terjadi pemisahan kromatid.

Download artikel plus gambar diagram skematik pembelahan meiosis dengan dua kromosom)

Baca selengkapnya...